Paroki St Yohanes Pemandi Naesleu, Keuskupan Atambua, NTT berdiri pada tahun 1992 dengan pastor paroki pertama Herminus Bere Pr. ‘Naesleu’ dalam bahasa setempat memiliki makna sebagai hutan keramat. Sebutan ini berkaitan erat dengan situasi tempat tersebut, yang pada zaman dulu masih berupa hutan dan terkenal dengan kekuatan-kekuatan gaib.
Kehadiran paroki ini tidak terlepas dari lahirnya
sekolah Pendidikan Guru Agama Atas Katolik (SPGAAK) Warta Bakti Kefamenanu, NTT
yang dirintis oleh Mgr Theodorus Sulama SVD. SPGAAK memakai nama St Yohanes
Pemandi sebagai pelindung, dengan maksud supaya dari tempat ini lahir
pribadi-pribadi yang dapat menyerukan pertobatan seperti Yohanes Pembaptis.
SPGAAK telah menghasilkan sejumlah katekis yang sampai saat ini masih berkarya
di wilayah Keuskupan Atambua dan sekitarnya.
Dulu, Paroki St Yohanes Pemandi Naesleu merupakan
stasi dari Paroki St Theresia Kefamenanu. Pada 1971 kapela stasi di Naesleu
dibangun, ketika Romo Herman Lalawar SVD dan Romo Edmundus Nahak Pr menggembala
sebagai pastor Paroki St Theresia Kefamenanu.
Seiring berjalannya waktu, jumlah umat mengalami
pertumbuhan yang cukup pesat. Akhirnya, Stasi Naesleu diresmikan menjadi paroki
dengan nama Paroki St Yohanes Pemandi Naesleu oleh Uskup Atambua Mgr Anton Pain
Ratu SVD pada 13 Agustus 1992.
Jumlah umat yang semakin bertambah menuntut adanya
sebuah gedung gereja yang lebih luas. Maka, pada 27 juni 2004, bertepatan
dengan pesta St Yohanes Pemandi, gereja dibangun. Tiga tahun kemudian, 26 juni
2007, gedung gereja yang baru diresmikan oleh Uskup Atambua saat itu Mgr Anton
Pain Ratu SVD.
Sang Nabi
Yohanes Pemandi atau yang biasa dikenal juga dengan
nama Yohanes Pembaptis adalah anak dari Zakarias dan Elisabeth. Zakarias adalah
seorang imam di Yerusalem, sedangkan Elisabeth adalah seorang putri keturunan
kaum Harun.
Sebelum kehadiran Yohanes, pasangan ini tidak
mempunyai anak karena Elisabeth mandul. Mereka sungguh mengharapkan seorang
anak, namun usia yang sudah lanjut sungguh menepis harapan itu. Meski demikian,
mereka tetap menaruh harapan kepada Allah dan tekun berdoa.
Allah sungguh mendengarkan seruan mereka. Suatu kali
ketika Zakarias mendapat giliran pelayanan di bait Allah, tampaklah kepadanya
Malaikat Gabriel. “Jangan takut Zakarias, karena Allah mengabulkan
permohonanmu. Elisabeth, istrimu, akan mengandung dan akan melahirkan bagimu
seorang anak laki-laki dan haruslah engkau namai dia Yohanes. Ia akan berjalan
mendahului Tuhan dalam Roh dan kuasa Elia untuk membuat hati bapak-bapak
berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran
orang-orang benar, dan dengan demikian menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang
layak bagi-Nya,” kata malaikat itu kepadanya (Luk 1:5-25).
Seketika itu juga Zakarias menjadi bisu karena ia
masih ragu akan kebenaran kata-kata melaikat itu. Ia baru dapat sembuh dan
dapat berbicara lagi ketika Yohanes lahir. Kelahiran Yohanes sungguh
mengagumkan bagi orangorang di sekitarnya, sehingga mereka berkomentar, “Akan
menjadi apakah anak ini kelak? Sebab, tangan Tuhan menyertai dia.”
Sebagaimana tertulis dalam Injil, tugas Yohanes ialah
menjadi bentara Al Masih, Yesus Kristus, Sang Penebus. Kuasa Roh yang ada dalam
dirinya telah terasa semenjak ia masih berada dalam kandungan ibunya. Hal ini
tampak dalam peristiwa perjumpaan Maria dan Elisabeth (Luk 1:39-45).
Hidup dan karya Yohanes berkaitan erat dengan Yesus.
Yohanes adalah utusan Tuhan yang mendahului kedatangan Yesus. Yesus menyebutnya
sebagai “sang nabi”, bahkan lebih besar dari para nabi.
Dalam gambaran para penginjil, khususnya Injil Matius
bab 3, Yohanes ditampilkan sebagai sosok yang gagah perkasa dengan tongkat di
tangan, berjubah bulu unta, dan berikat pinggang kulit. Perawakannya seperti
manusia hutan dan berjanggut tebal. Makanan pokoknya adalah madu hutan dan
belalang.
Berteman dengan binatang buas di padang gurun, Yohanes
menyerukan pertobatan bagi seluruh umat Israel. Yohanes tampil di padang gurun
Yudea dan memberitakan: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat” (Mat
3:1-3). Dari seruannya itu, penduduk dari Yerusalem, Yudea, dan daerah di
sekitar Sungai Yordan datang kepadanya untuk mengaku dosa dan minta dibaptis
(Mat 3:4-6).
Sebagaimana nabi-nabi lainnya ditolak dan dianiaya
oleh umat kepada siapa mereka diutus Allah, kematian Yohanes pun sungguh
tragis. Atas perintah Herodes, raja wilayah Yudea, Yohanes ditangkap dan
dipenjarakan karena ia berani mengecam Herodes yang mengambil Herodias – istri
saudaranya, Filipus – menjadi istrinya.
Akhirnya, atas bujukan dan akal busuk Herodias,
Herodes memerintahkan untuk memenggal kepala Yohanes. Pesta peringatannya
dirayakan setiap 24 Juni.
Semangat kebersamaan
Vincentius Wun SVD, pastor paroki saat ini,
mengatakan, “Tantangan terbesar terkait kehidupan umat saat ini mulai tampak
dalam penyusutan semangat hidup menggereja. Umat kurang berkumpul, terutama
untuk pembinaan iman, seperti rekoleksi, sharing Kitab Suci, dan
kegiatan-kegitan rohani lainnya.”
Kenyataan ini tentu menuntut metode-metode baru dalam
pewartaan untuk membangkitkan kembali semangat menggereja, terutama semangat
kebersamaan. Semangat kebersamaan itulah yang akan menjadi suara kesaksian bagi
dunia. Jika Yohanes berseru di padang gurun tentang pertobatan, maka umat
Paroki St Yohanes Pemandi yang kini berjumlah 10.888 jiwa wajib menyerukan
semangat kebersamaan dari Naesleu, Kefamenanu, tegas Romo Vincen.
Pada 2008
berdiri Sekolah Tinggi Pastoral St Petrus Keuskupan Atambua, persis di samping
Paroki Naesleu. Tujuan berdirinya sekolah ini adalah melahirkan katekis dan
tenaga-tenaga pengajar agama Katolik yang handal. Di kemudian hari, mereka
dapat menjadi Yohanes Pemandi modern yang beriman, bermoral, berbudaya luhur,
profesional, dan mandiri dalam mengarahkan umat menghadapi tantangan-tantangan
zaman.
Sumber:
http://www.hidupkatolik.com/2011/10/13/st-yohanes-pemandi-semangat-kenabian-paroki-naesleu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar