Minggu, 13 April 2014

Sejarah Paroki St Yohanes Pemandi Naesleu-Kefamenanu

anakefa.blogspot.com



Paroki St Yohanes Pemandi Naesleu, Keuskupan Atambua, NTT berdiri pada tahun 1992 dengan pastor paroki pertama Herminus Bere Pr. ‘Naesleu’ dalam bahasa setempat memiliki makna sebagai hutan keramat. Sebutan ini berkaitan erat dengan situasi tempat tersebut, yang pada zaman dulu masih berupa hutan dan terkenal dengan kekuatan-kekuatan gaib.
Kehadiran paroki ini tidak terlepas dari lahirnya sekolah Pendidikan Guru Agama Atas Katolik (SPGAAK) Warta Bakti Kefamenanu, NTT yang dirintis oleh Mgr Theodorus Sulama SVD. SPGAAK memakai nama St Yohanes Pemandi sebagai pelindung, dengan maksud supaya dari tempat ini lahir pribadi-pribadi yang dapat menyerukan pertobatan seperti Yohanes Pembaptis. SPGAAK telah menghasilkan sejumlah katekis yang sampai saat ini masih berkarya di wilayah Keuskupan Atambua dan sekitarnya.
Dulu, Paroki St Yohanes Pemandi Naesleu merupakan stasi dari Paroki St Theresia Kefamenanu. Pada 1971 kapela stasi di Naesleu dibangun, ketika Romo Herman Lalawar SVD dan Romo Edmundus Nahak Pr menggembala sebagai pastor Paroki St Theresia Kefamenanu.
Seiring berjalannya waktu, jumlah umat mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Akhirnya, Stasi Naesleu diresmikan menjadi paroki dengan nama Paroki St Yohanes Pemandi Naesleu oleh Uskup Atambua Mgr Anton Pain Ratu SVD pada 13 Agustus 1992.
Jumlah umat yang semakin bertambah menuntut adanya sebuah gedung gereja yang lebih luas. Maka, pada 27 juni 2004, bertepatan dengan pesta St Yohanes Pemandi, gereja dibangun. Tiga tahun kemudian, 26 juni 2007, gedung gereja yang baru diresmikan oleh Uskup Atambua saat itu Mgr Anton Pain Ratu SVD.
Sang Nabi
Yohanes Pemandi atau yang biasa dikenal juga dengan nama Yohanes Pembaptis adalah anak dari Zakarias dan Elisabeth. Zakarias adalah seorang imam di Yerusalem, sedangkan Elisabeth adalah seorang putri keturunan kaum Harun.
Sebelum kehadiran Yohanes, pasangan ini tidak mempunyai anak karena Elisabeth mandul. Mereka sungguh mengharapkan seorang anak, namun usia yang sudah lanjut sungguh menepis harapan itu. Meski demikian, mereka tetap menaruh harapan kepada Allah dan tekun berdoa.
Allah sungguh mendengarkan seruan mereka. Suatu kali ketika Zakarias mendapat giliran pelayanan di bait Allah, tampaklah kepadanya Malaikat Gabriel. “Jangan takut Zakarias, karena Allah mengabulkan permohonanmu. Elisabeth, istrimu, akan mengandung dan akan melahirkan bagimu seorang anak laki-laki dan haruslah engkau namai dia Yohanes. Ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam Roh dan kuasa Elia untuk membuat hati bapak-bapak berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran orang-orang benar, dan dengan demikian menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagi-Nya,” kata malaikat itu kepadanya (Luk 1:5-25).
Seketika itu juga Zakarias menjadi bisu karena ia masih ragu akan kebenaran kata-kata melaikat itu. Ia baru dapat sembuh dan dapat berbicara lagi ketika Yohanes lahir. Kelahiran Yohanes sungguh mengagumkan bagi orangorang di sekitarnya, sehingga mereka berkomentar, “Akan menjadi apakah anak ini kelak? Sebab, tangan Tuhan menyertai dia.”
Sebagaimana tertulis dalam Injil, tugas Yohanes ialah menjadi bentara Al Masih, Yesus Kristus, Sang Penebus. Kuasa Roh yang ada dalam dirinya telah terasa semenjak ia masih berada dalam kandungan ibunya. Hal ini tampak dalam peristiwa perjumpaan Maria dan Elisabeth (Luk 1:39-45).
Hidup dan karya Yohanes berkaitan erat dengan Yesus. Yohanes adalah utusan Tuhan yang mendahului kedatangan Yesus. Yesus menyebutnya sebagai “sang nabi”, bahkan lebih besar dari para nabi.
Dalam gambaran para penginjil, khususnya Injil Matius bab 3, Yohanes ditampilkan sebagai sosok yang gagah perkasa dengan tongkat di tangan, berjubah bulu unta, dan berikat pinggang kulit. Perawakannya seperti manusia hutan dan berjanggut tebal. Makanan pokoknya adalah madu hutan dan belalang.
Berteman dengan binatang buas di padang gurun, Yohanes menyerukan pertobatan bagi seluruh umat Israel. Yohanes tampil di padang gurun Yudea dan memberitakan: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat” (Mat 3:1-3). Dari seruannya itu, penduduk dari Yerusalem, Yudea, dan daerah di sekitar Sungai Yordan datang kepadanya untuk mengaku dosa dan minta dibaptis (Mat 3:4-6).
Sebagaimana nabi-nabi lainnya ditolak dan dianiaya oleh umat kepada siapa mereka diutus Allah, kematian Yohanes pun sungguh tragis. Atas perintah Herodes, raja wilayah Yudea, Yohanes ditangkap dan dipenjarakan karena ia berani mengecam Herodes yang mengambil Herodias – istri saudaranya, Filipus – menjadi istrinya.
Akhirnya, atas bujukan dan akal busuk Herodias, Herodes memerintahkan untuk memenggal kepala Yohanes. Pesta peringatannya dirayakan setiap 24 Juni.
Semangat kebersamaan
Vincentius Wun SVD, pastor paroki saat ini, mengatakan, “Tantangan terbesar terkait kehidupan umat saat ini mulai tampak dalam penyusutan semangat hidup menggereja. Umat kurang berkumpul, terutama untuk pembinaan iman, seperti rekoleksi, sharing Kitab Suci, dan kegiatan-kegitan rohani lainnya.”
Kenyataan ini tentu menuntut metode-metode baru dalam pewartaan untuk membangkitkan kembali semangat menggereja, terutama semangat kebersamaan. Semangat kebersamaan itulah yang akan menjadi suara kesaksian bagi dunia. Jika Yohanes berseru di padang gurun tentang pertobatan, maka umat Paroki St Yohanes Pemandi yang kini berjumlah 10.888 jiwa wajib menyerukan semangat kebersamaan dari Naesleu, Kefamenanu, tegas Romo Vincen.
Pada 2008 berdiri Sekolah Tinggi Pastoral St Petrus Keuskupan Atambua, persis di samping Paroki Naesleu. Tujuan berdirinya sekolah ini adalah melahirkan katekis dan tenaga-tenaga pengajar agama Katolik yang handal. Di kemudian hari, mereka dapat menjadi Yohanes Pemandi modern yang beriman, bermoral, berbudaya luhur, profesional, dan mandiri dalam mengarahkan umat menghadapi tantangan-tantangan zaman.



Sumber:
http://www.hidupkatolik.com/2011/10/13/st-yohanes-pemandi-semangat-kenabian-paroki-naesleu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar